Pengertian Sedimentasi
Sedimen adalah partikel organik dan anorganik yang terakumulasi
secara bebas (Duxbury et al, 1991). Sedimen didefinisikan secara luas sebagai
material yang diendapkan di dasar suatu cairan (air dan udara), atau secara
sempit sebagai material yang diendapkan oleh air, angin, atau gletser / es.
(Wahyuancol, 2008). Sedangkan endapan sedimen adalah akumulasi mineral dan
fragmen batuan dari daratan yang bercampur dengan tulang-tulang organisme laut
dan beberapa partikel yang terbentuk melalui proses kimiawi yang terjadi di
dalam laut (Gross, 1993).
Sedimentasi merupakan salah satu operasi pemisahan campuran
padatan dan cairan (slurry) menjadi cairan bening dan slurry yang memiliki
konsentrasi tinggi dengan menggunakan gaya gravitasi. Proses sedimentasi
berperan penting dalam berbagai proses industri, misalnya pada proses pemurnian
air limbah, pengolahan air sungai, pengendapan partikel padatan pada bahan
makanan cair, pengendapan kristal dari larutan induk, pengendapan partikel
terendap pada industri minuman beralkohol, dan lainlain. Ketika suatu partikel
padatan berada pada jarak yang cukup jauh dari dinding atau partikel padatan
lainnya, kecepatan jatuhnya tidak dipengaruhi oleh gesekan dinding maupun
dengan partikel lainnya, peristiwa ini disebut free settling. Ketika partikel
padatan berada pada keadaan saling berdesakan maka partikel akan mengendap pada
kecepatan rendah, peristiwa ini disebut hindered settling.
Pada hindered settling, kecepatan endapan yang turun ke bawah akan
semakin lama, sehingga untuk memperoleh hasil sedimentasi sampai proses
pengendapan berhenti memerlukan waktu yang cukup lama pula. Guna menghasilkan
proses sedimentasi yang optimum maka perlu menentukan waktu pengendapan yang
efektif. Waktu pengendapan yang efektif dapat diasumsikan sebagai batas saat
terjadi perubahan pengendapan dari free settling ke hindered settling
(Geankoplis, 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi (Strand dan Pemberton.
1982, dalam Budi Indra. 1999), adalah :
(a) jumlah dan intensitas hujan : Jumlah hujan yang besar tidak
selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan
lebat dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena
jumlah hujannya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka
erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi dan mengakibatkan terjadinya sedimentasi
yang tinggi juga;
(b) formasi geologi dan jenis tanah : Tanah yang mempunyai nilai
erodibilitas tinggi berarti tanah tersebut peka atau mudah tererosi, sebaliknya
tanah dengan erodibilitas rendah berarti tanah tersebut resisten atau tahan
terhadap erosi;
(c) tataguna lahan : dengan adanya penggunaan lahan, seperti
penanaman tanaman di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) maka akan meningkatkan
cadangan air tanah dan mengurangi aliran permukaan. Sebaliknya, apabila pada
DAS dengan tataguna lahannya terganggu atau rusak, maka akan mengurangi
kapasitas infiltrasi, sehingga dengan demikian aliran permukaan akan meningkat
dan dapat menimbulkan erosi yang menyebabkan adanya sedimentasi;
(d) erosi di bagian hulu : erosi merupakan faktor yang
mempengaruhi sedimentasi karena sedimentasi merupakan akibat lanjut dari erosi
itu sendiri;
(e) topografi : tampakan rupa muka bumi atau topografi seperti
kemiringan lahan, kerapatan parit atau saluran dan bentuk-bentuk cekungan
lainnya mempunyai pengaruh pada sedimentasi.
Fungsi Sedimentasi
Menurut Kusnaedi (2002), tujuan pengolahan air
minum merupakan upaya untuk mendapatkan
air yang bersih dan sehat sesuai dengan standar mutu air.
Proses pengolahan air minum merupakan proses perubahan sifat fisik, kimia, dan
biologi air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum.Secara
keseluruhan, proses sedimentasi berfungsi untuk :
a. Mengurangi beban kerja unit
filtrasi dan memperpanjang umur pemakaian unit penyaring selanjutnya;
b. Mengurangi biaya operasi instalasi
pengolahan.
c.
Memisahkan partikel utuh (discreet) seperti pasir dan juga untukmemisahkan
padatan melayang (suspensi) yang sudah menggumpal.
Pada pengolahan air minum, terapan sedimentasi
khususnya untuk:
1. Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan
filter pasir cepat.
2. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum
disaring dengan filter pasir cepat.
3. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan
menggunakan soda kapur.
4. Pengendapan lumpur pada penyisihan
besi dan mangan.
Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya
digunakan untuk :
a. Penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau).
b. Penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier
pertama.
c. Penyisihan flok/lumpur biologis hasil prosesactivated sludgepada
clarifier akhir.
d. Penyisihan humus pada clarifier akhir setelah
trickling filter.
Pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan,sedimentasi
ditujukan untuk penyisihan lumpur setelah koagulasi dan sebelum proses
filtrasiSelain itu, prinsip sedimentasi juga digunakan dalam pengendalian
partikel di udara. Prinsip sedimentasi pada pengolahan air minum dan air limbah adalah
sama, demikian juga untuk metoda dan peralatannya.
Faktor –Faktor yang Mempengaruhi
Kecepatan Sedimentasi
Faktor- yang mempengaruhi kecepatan
sedimentasi, yaitu:
1. Ukuran partikel,
bentuk partikel, dan konsentrasi partikel Semakin besar semakin
cepat mengendap dan semakin
banyak yang terendapkan
2. Viskositas
cairan Pengaruh
viskositas cairan terhadap
kecepatan sedimentasi yaitu dapat mempercepat proses sedimentasi dengan cara memperlambat cairan
supaya partikel tidak lagi tersuspensi.
3. Temperatur
Bila temperatur
turun, laju pengendapan
berkurang. Akibatnya waktu tinggal di dalam kolam sedimentasi
menjadi bertambah.
4.Berat jenis partikel
Mekanisme atau proses sedimentasi secara umum
adalah sebagai berikut:
a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung
secara gravitasi.
b. Flok
yang dihasilkan pada
proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang makin besar, sehingga
kecepatan pengendapannya makin besar.
c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses
pengendapan, maka aliran air dalam bak harus laminer. Untuk tujuan ini,
digunakan indikator bilangan Reynold (NRe) dan bilangan Froud (NFr).
d. Aliran
air yang masuk
pada inlet diatur
sedemikian rupa sehingga
tidak mengganggu pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall atau perforated
baffle untuk meratakan
aliran ke bak
pengendap dengan kecepatan
yang
rendah.
Diusahakan agar inlet
bak langsung menerima
air dari outlet
bak
flokulator.
e. Air
yang keluar melalui
outlet diatur sedemikian,
sehingga tidak
mengganggu
flok yang telah
mengendap. Biasanya dibuat
pelimpah (weir)
dengan tinggi air di atas weir yang cukup tipis
(1,5cm).
Klasifikasi Sidimentasi
Berdasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk
berinteraksi
Sedimentasi
tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang tidak
mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama partikel 11 tersebut
mengendap. Partikel tersebut dapat mengendap bebas secara individual tanpa
membutuhkan adanya interaksi antar partikel, juga tanpa menggunakan koagulan.
Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya
partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna
apabila aliran dalam keadaan tenang (aliran laminar). Sebagai contoh sedimentasi
tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk
pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber. Pengendapan
sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi oleh karakteristik air
dan partikel yang bersangkutan . Dalam perhitungan dimensi efektif bak,
faktor-faktor yang mempengaruhi performance bak seperti turbulensi pada inlet
dan outlet, pusaran arus lokal, pengumpulan lumpur, besar nilai G sehubungan
dengan penggunaan perlengkapan penyisihan lumpur dan faktor lain diabaikan
untuk menghitung performance bak yang lebih sering disebut dengan ideal
settling basin.
Partikel
yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan bergerak
vertical ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan diperlambat
oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force) sampai dicapai suatu
keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif partikel di
dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan dan
disebut terminal settling velocity. Gaya hambatan yang dialami selama 12
partikel bergerak di dalam air dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan
kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air. Sesuai dengan
definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya-gaya di
sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel
menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan
pengendapan partikel konstan.
Sedimentasi
tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di mana
selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Bersatunya beberapa
partikel membentuk gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan
mempercepat pengendapannya. Proses penggumpalan (flocculation) di dalam kolam
pengendapan akan terjadi tergantung pada keadaan partikel untuk saling
berikatan dan dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti laju pembebanan
permukaan, kedalaman kolam, gradient kecepatan, konsentrasi partikel di dalam
air dan range ukuran butir. Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien
pada ketinggian bak yang relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk membuat
bak yang luas dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi
beberapa kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan efisiensi
pengendapan bak adalah dengan memasang tube settler pada bagian atas bak
pengendapan untuk menahan flok–flok yang terbentuk. Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah:
·
Luas bidang pengendapan
·
Penggunaan baffle pada bak sedimentasi
·
Mendangkalkan bak
·
Pemasangan plat miring
Sebagai
contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada pengolahan air
limbah atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada
pengolahan air minum maupun air limbah
Sedimentasi
tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat,
dimana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel
lain di sekitarnya (hindered). Karena itu pengendapan terjadi secara
bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian
atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang
mengendap dengan air jernih. Hindered Settling sebagian besar digunakan di
dalam secondary clarifiers. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari
sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel
hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Pengendapan partikel dilakukan
dengan cara memampatkan (compressing) massa partikel dari bawah. Tekanan
(compression) terjadi tidak hanya di dalam zone yang paling rendah dari
secondary clarifiers tetapi juga di dalam tangki sludge thickening
Tidak ada komentar:
Posting Komentar