Minggu, 23 September 2018

KOAGULASI-FLOKULASI


KOAGULASI
Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan, proses pengikatan partikel koloid dapat dilihat pada gambar. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan yang umum dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat, fero sulfat dan PAC.
Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisnya terjadi dalam hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid. Waktu yang dibutukan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat kimia alkali, ozone, dan potassium permanganat, tidak optimal karena tidak mengalami reaksi hidrolisis . Jenis koagulan yang sering dipakai adalah:
a.Alumunium Sulfat (Alum) Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang umum digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang ada di dalam air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan alumunium hidroksida sesuai dengan persamaan:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(HCO3)2
3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 6 CO2 + 14 H2O
Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida (Ca(OH)2) dengan reaksi:
Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH)2
3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 14 H2O
Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan penambahan natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0.

 b. Ferrous Sulfate (FeSO4)
Ferrous Sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida agar menghasilkan reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH)2 dan NaOH biasanya ditambahkan untuk meningkatkan pH sampai titik tertentu dimana ion Fe2+ diendapkan sebagai Fe(OH)3.
Reaksinya adalah:
2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + ½ O2
2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O
Agar reaksi diatas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 7.0 sampai 9,5. Selain itu, ferrous sulfate digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan reaksi:
3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 → Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O
 Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0.
c. Ferric Sulfate dan Ferric Chloride
Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam membentuk ferric hydroxide dengan reaksi:
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2
2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu:
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
 Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH)2 ditambahkan untuk membentuk hidroksida. Reaksinya adalah:
2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaCl2

FLOKULASI
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan pengelompokan/ aglomerasi antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses pengadukan lambat atau slow mixing), Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan dapat dilihat pada gambar 2.5. Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar. Partikel yang berukuran besar akan mudah diendapkan.

Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses koagulasi adalah:
• Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan BOD dari pengolahan fisik.
• Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya limbah industri.
• Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif.
• Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam filtrasi.

Koagulasi yang efektif terjadi pada selang pH tertentu. Penggunaan koagulan logam seperti aluminium dan garam-garam besi secara umum dapat mendekolorisasi air limbah yang mengandung komponen-komponen organik. Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan pada partikel tersuspensi dan koloid. Flokulasi adalah aglomerasi dari partikel yang terdestabilisasi dan koloid menjadi partikel terendapkan[7, 16]. Dengan informasi yang didapat mengenai jenis serta batasan dosis optimal proses untuk koagulan dan flokulan maka dalam penelitian mulai dapat ditentukan jenis koagulan dan flokulan yang akan digunakan serta batasan dosis optimal sebagai langkah awal penelitian untuk mendapatkan jenis koagulan dan flokulan yang sesuai, metode pemilihan jenis koagulan dan flokulan dilakukan dengan metode penapisan rancangan Taguchi. Setelah didapat koagulan dan flokulan selanjutnya dilakukan penelitian untuk penentuan dosis yang optimum seperti pada batasan dosis optimal yang tertampil pada untuk koagulan dan untuk flokulan. Ketika koagulan direaksikan dengan air limbah, partikel-partikel koloid yang terdapat dalam limbah tersebut akan membentuk agregasi atau penggabungan partikel kecil untuk membentuk partikel yang lebih besar, sebagai akibat dari adanya perbedaan muatan antara partikel koloid dengan koagulan. Proses koagulasi saja terkadang belum cukup untuk mengendapkan agregat tersebut secara cepat. Penambahan polimer akan mempengaruhi kestabilan molekul dari agregat yang terbentuk, sehingga ketika molekul dalam keadaan tidak stabil polimer akan mudah untuk berikatan dengan agregat yang nantinya akan membentuk agregasi baru atau disebut juga flok. Flok-flok tersebut akan saling bergabung membentuk flok yang lebih besar proses koagulasi flokulasi ini dapat dilihat pada Flok-flok yang terbentuk mempunyai berat molekul yang lebih besar dari molekul air sebagai akibat dari penambahan polimer, sehingga flok tersebut akan dengan mudah mengendap

Sabtu, 22 September 2018

SEDIMENTASI


Pengertian Sedimentasi

Sedimen adalah partikel organik dan anorganik yang terakumulasi secara bebas (Duxbury et al, 1991). Sedimen didefinisikan secara luas sebagai material yang diendapkan di dasar suatu cairan (air dan udara), atau secara sempit sebagai material yang diendapkan oleh air, angin, atau gletser / es. (Wahyuancol, 2008). Sedangkan endapan sedimen adalah akumulasi mineral dan fragmen batuan dari daratan yang bercampur dengan tulang-tulang organisme laut dan beberapa partikel yang terbentuk melalui proses kimiawi yang terjadi di dalam laut (Gross, 1993).

Sedimentasi merupakan salah satu operasi pemisahan campuran padatan dan cairan (slurry) menjadi cairan bening dan slurry yang memiliki konsentrasi tinggi dengan menggunakan gaya gravitasi. Proses sedimentasi berperan penting dalam berbagai proses industri, misalnya pada proses pemurnian air limbah, pengolahan air sungai, pengendapan partikel padatan pada bahan makanan cair, pengendapan kristal dari larutan induk, pengendapan partikel terendap pada industri minuman beralkohol, dan lainlain. Ketika suatu partikel padatan berada pada jarak yang cukup jauh dari dinding atau partikel padatan lainnya, kecepatan jatuhnya tidak dipengaruhi oleh gesekan dinding maupun dengan partikel lainnya, peristiwa ini disebut free settling. Ketika partikel padatan berada pada keadaan saling berdesakan maka partikel akan mengendap pada kecepatan rendah, peristiwa ini disebut hindered settling. 
Pada hindered settling, kecepatan endapan yang turun ke bawah akan semakin lama, sehingga untuk memperoleh hasil sedimentasi sampai proses pengendapan berhenti memerlukan waktu yang cukup lama pula. Guna menghasilkan proses sedimentasi yang optimum maka perlu menentukan waktu pengendapan yang efektif. Waktu pengendapan yang efektif dapat diasumsikan sebagai batas saat terjadi perubahan pengendapan dari free settling ke hindered settling (Geankoplis, 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi (Strand dan Pemberton. 1982, dalam Budi Indra. 1999), adalah : 
(a) jumlah dan intensitas hujan : Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujannya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi dan mengakibatkan terjadinya sedimentasi yang tinggi juga; 
(b) formasi geologi dan jenis tanah : Tanah yang mempunyai nilai erodibilitas tinggi berarti tanah tersebut peka atau mudah tererosi, sebaliknya tanah dengan erodibilitas rendah berarti tanah tersebut resisten atau tahan terhadap erosi; 
(c) tataguna lahan : dengan adanya penggunaan lahan, seperti penanaman tanaman di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) maka akan meningkatkan cadangan air tanah dan mengurangi aliran permukaan. Sebaliknya, apabila pada DAS dengan tataguna lahannya terganggu atau rusak, maka akan mengurangi kapasitas infiltrasi, sehingga dengan demikian aliran permukaan akan meningkat dan dapat menimbulkan erosi yang menyebabkan adanya sedimentasi; 
(d) erosi di bagian hulu : erosi merupakan faktor yang mempengaruhi sedimentasi karena sedimentasi merupakan akibat lanjut dari erosi itu sendiri; 
(e) topografi : tampakan rupa muka bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, kerapatan parit atau saluran dan bentuk-bentuk cekungan lainnya mempunyai pengaruh pada sedimentasi. 

Fungsi Sedimentasi

Menurut Kusnaedi (2002), tujuan pengolahan air minum merupakan upaya untuk  mendapatkan air  yang  bersih  dan  sehat  sesuai  dengan  standar  mutu  air. Proses pengolahan air minum merupakan proses perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum.Secara keseluruhan, proses sedimentasi berfungsi untuk :
a.   Mengurangi beban kerja unit filtrasi dan memperpanjang umur pemakaian unit penyaring              selanjutnya;
b. Mengurangi biaya operasi instalasi pengolahan.
c. Memisahkan   partikel   utuh   (discreet)   seperti   pasir   dan   juga   untukmemisahkan padatan melayang (suspensi) yang sudah menggumpal.

Pada pengolahan air minum, terapan sedimentasi khususnya untuk:
1.   Pengendapan  air  permukaan,  khususnya  untuk  pengolahan  dengan filter pasir cepat.
2.  Pengendapan  flok  hasil  koagulasi-flokulasi,  khususnya  sebelum disaring dengan filter pasir cepat.
3. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda kapur.
4.  Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan.

Pada pengolahan air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk :
a.   Penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau).
b.   Penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama.
c.    Penyisihan   flok/lumpur   biologis   hasil   prosesactivated   sludgepada clarifier akhir.
d.   Penyisihan humus pada clarifier akhir setelah trickling filter.

Pada    pengolahan    air    limbah    tingkat    lanjutan,sedimentasi ditujukan untuk penyisihan  lumpur  setelah  koagulasi  dan  sebelum  proses filtrasiSelain itu, prinsip sedimentasi juga digunakan dalam pengendalian partikel di  udara. Prinsip  sedimentasi  pada  pengolahan  air  minum  dan  air  limbah  adalah sama, demikian juga untuk metoda dan peralatannya.
Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Sedimentasi
Faktor- yang mempengaruhi kecepatan sedimentasi, yaitu:
1. Ukuran partikel,
bentuk partikel, dan konsentrasi partikel Semakin  besar semakin  cepat mengendap  dan  semakin  banyak  yang terendapkan
2. Viskositas
cairan Pengaruh  viskositas  cairan  terhadap  kecepatan sedimentasi yaitu dapat mempercepat  proses sedimentasi  dengan cara memperlambat  cairan  supaya partikel tidak lagi tersuspensi.
3. Temperatur
Bila temperatur  turun,  laju  pengendapan  berkurang.  Akibatnya  waktu tinggal di dalam kolam sedimentasi menjadi bertambah.
4.Berat jenis partikel

Mekanisme atau proses sedimentasi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi.
b. Flok  yang  dihasilkan  pada  proses  koagulasi-flokulasi  mempunyai ukuran yang makin besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar.
c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air dalam bak harus laminer. Untuk tujuan ini, digunakan indikator bilangan Reynold (NRe) dan bilangan Froud (NFr).
d. Aliran  air  yang  masuk  pada  inlet  diatur  sedemikian  rupa  sehingga  tidak mengganggu pengendapan. Biasanya dipasang diffuser wall atau perforated baffle  untuk  meratakan  aliran  ke  bak  pengendap  dengan  kecepatan  yang
rendah.  Diusahakan  agar  inlet  bak  langsung  menerima  air  dari  outlet  bak
flokulator.
e. Air    yang   keluar   melalui   outlet   diatur   sedemikian,   sehingga   tidak
mengganggu  flok  yang  telah  mengendap.  Biasanya  dibuat  pelimpah  (weir)
dengan tinggi air di atas weir yang cukup tipis (1,5cm).

Klasifikasi Sidimentasi
Berdasarkan pada konsentrasi partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi





Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama partikel 11 tersebut mengendap. Partikel tersebut dapat mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel, juga tanpa menggunakan koagulan. Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya partikel atau berat sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna apabila aliran dalam keadaan tenang (aliran laminar). Sebagai contoh sedimentasi tipe I antara lain pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber. Pengendapan sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi oleh karakteristik air dan partikel yang bersangkutan . Dalam perhitungan dimensi efektif bak, faktor-faktor yang mempengaruhi performance bak seperti turbulensi pada inlet dan outlet, pusaran arus lokal, pengumpulan lumpur, besar nilai G sehubungan dengan penggunaan perlengkapan penyisihan lumpur dan faktor lain diabaikan untuk menghitung performance bak yang lebih sering disebut dengan ideal settling basin.
Partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan bergerak vertical ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force) sampai dicapai suatu keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif partikel di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan dan disebut terminal settling velocity. Gaya hambatan yang dialami selama 12 partikel bergerak di dalam air dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air. Sesuai dengan definisi di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan.












Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi encer, di mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Bersatunya beberapa partikel membentuk gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan mempercepat pengendapannya. Proses penggumpalan (flocculation) di dalam kolam pengendapan akan terjadi tergantung pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam, gradient kecepatan, konsentrasi partikel di dalam air dan range ukuran butir. Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien pada ketinggian bak yang relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk membuat bak yang luas dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi beberapa kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan efisiensi pengendapan bak adalah dengan memasang tube settler pada bagian atas bak pengendapan untuk menahan flok–flok yang terbentuk. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah:
· Luas bidang pengendapan
· Penggunaan baffle pada bak sedimentasi
· Mendangkalkan bak
· Pemasangan plat miring
Sebagai contoh sedimentasi tipe II antara lain pengendapan pertama pada pengolahan air limbah atau pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum maupun air limbah

Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, dimana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya (hindered). Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Hindered Settling sebagian besar digunakan di dalam secondary clarifiers. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Pengendapan partikel dilakukan dengan cara memampatkan (compressing) massa partikel dari bawah. Tekanan (compression) terjadi tidak hanya di dalam zone yang paling rendah dari secondary clarifiers tetapi juga di dalam tangki sludge thickening